Siswa salah satu madrasah swasta di Kecamatan Mojowarno Jombang yang melaporkan mantan kepala madrasahnya diduga mendapatkan intimidasi.
Mereka diancam bakal dikeluarkan dari madrasah hingga dilaporkan balik dugaan pencemaran nama baik.  
’’Ada yang didatangi ke rumahnya, ada yang dipanggil di kantor,’’ ungkap A, salah satu siswa, kemarin.
Usai melakukan demonstrasi kepada yayasan dan kepala madrasah, Rabu (13/11), salah satu siswi resmi melaporkan kasus pelecehan seksual yang diduga dilakukan mantan kepala madrasahnya kepada polisi.
Usai laporan dibuat, mantan kepala madrasah mendatangi satu per satu rumah siswi, diduga melakukan intimidasi.
Siswi tersebut diancam akan dikeluarkan dari madrasah. Bahkan jika tak terbukti bersalah, bakal melaporkan balik siswi itu dengan dugaan pencemaran nama baik dan perbuatan tak menyenangkan.
’’Kepala madrasah sudah diganti, sekarang kepala madrasah yang dilaporkan itu jadi kepala TU,’’ jelasnya.
M, salah satu guru juga menyebut, intervensi selain dilakukan kepala madrasah, juga dilakukan dua oknum guru.
’’Dua oknum guru ini memberikan ancaman, kalau siswa tidak mau masuk sekolah, maka akan dibuatkan surat pemecatan siswa,’’ terangnya.
Kondisi di madrasah saat ini sangat tidak kondusif, banyak siswa yang tak nyaman berada di madrasah.
’’Sampai ada pemanggilan siswi yang diduga korban. Anak yang terlibat demo diinterogasi tanpa didampingi wali murid,’’ jelasnya.
M mengatakan, siswa, wali siswa dan guru yang diminta untuk datang ke Kemenag Jombang kemarin bukan siswa dan wali siswa (diduga korban). Juga bukan guru yang memahami masalah-masalah di madrasah.
’’Setelah pemanggilan Kemenag, pihak yayasan mengadakan rapat tertutup yang diikuti beberapa guru di rumah yayasan. Nah dari situ ternyata, ada salah satu guru diberhentikan. Padahal beliau salah satu guru senior. Dan hari itu juga sudah ada guru baru yang menggantikan. Ini tidak tahu pasti penyebab diberhentikannya apa,’’ jelasnya.
Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan Dan Anak (UPTD PPA) Jombang, Musyafik,  mengatakan, pihaknya mendampingi siswi yang melapor ke kepolisian sejak awal.
Salah satu alat bukti yang bakal disiapkan adalah visum psikologis siswa yang bakal dilakukan.
’’Kapan akan dilakukan, kami masih menunggu petunjuk dari APH (aparat penegak hukum),’’ katanya.
Musyafik menjelaskan, siswa melakukan pelaporan siang hari setelah demo berlangsung.
Sayangnya laporan tidak diterima karena tidak memenuhi syarat administrasi dan tidak didampingi orang tua.
Setelah laporan diterima, pemeriksaan saksi-saksi dan korban dilakukan. Total ada enam saksi dan satu pelapor yang dimintai keterangan.
Karena bukti visum medis tidak ada, maka visum psikis yang bakal jadi alat bukti dalam kasus ini.
’’Sekarang tahapannya belum selesai, setelah penetapan nanti, maka kami akan melakukan visum psikis, dan kami akan fasilitasi serta dampingi kasus itu. Pelapor mengatakan dicolek, kalau saksi mengatakan ada yang dipeluk ada yang dicolek juga, lebih dari itu tidak ada,’’ urainya.
Menurutnya, berdasarkan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), hal-hal yang merendahkan seorang perempuan memang bisa dilaporkan, termasuk dicolek, dipeluk, ucapan-ucapan tidak sopan yang merendahkan wanita.
0 Response to "Bukannya Dilindungi, Siswa Ini Justru Diintimidasi Usai Lapor Dugaan Kekerasan Seksual Kepseknya"
Post a Comment